HARIAN REDAKSI

Menyajikan Berita Terkini Dan Terupdate

Tim SAR Menyelamatkan 76 Orang Penumpang Kapal Feri Ravelia II Yang Tenggelam DI Selat Bali

Tim SAR Menyelamatkan 76 Orang Penumpang Kapal Feri Ravelia II Yang Tenggelam DI Selat Bali
 Kapal Feri Ravelia II  Tenggelam DI Selat Bali
Tim SAR Menyelamatkan 76 Orang Penumpang Kapal Feri Ravelia II Yang Tenggelam DI Selat Bali.

Bidang Humas PT ASDP Ketapang Sandhi Nugroho kepada VOA mengatakan, pihaknya telah berhasil mengevakuasi 76 orang penumpang selamat dan memulangkannya ke rumah masing-masing. Meski demikian, Sandhi belum dapat memastikan jumlah korban meninggal dalam peristiwa itu.

“Penanganan hari ini yaitu memulangkan korban yang selamat. Kita mendata, terus memulangkan korban yang selamat. Untuk sementara ini, kita masih belum tahu untuk korban yang meninggal berapa. Sebenarnya, kita masih tahunya untuk yang bisa kita selamatkan, untuk evakuasi korban meninggal belum ada,” jelas Sandhi.

Menurut manajer PT. Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan ASDP Indonesia - Jusuf Hadi - kepada sejumlah media setempat, manifes yang ada memang hanya mendata jumlah kendaraan yang ikut dalam kapal dan bukan nama atau jumlah penumpang.

Berdasarkan manifes itu, kapal Ravelia II mengangkut 14 orang ABK, 1 unit kendaraan roda 2, 4 unit truk pick up, 4 unit truk ukuran sedang, 1 unit truk ukuran besar, dan 18 unit truk tronton.

Sandhi mengungkapkan, hingga kini belum dapat diketahui penyebab tenggelamnya kapal. Sementara pencarian penumpang yang hilang akan terus dilakukan dengan melibatkan semua unsur SAR.

Namun, Humas PT ASDP Ketapang Sandhi Nugroho mengatakan sebagian besar penumpang berasal dari Jawa. 

“Untuk korban-korbannya kita bawa ke Ketapang semua. Sebenarnya dari data sih kebanyakan dari Jawa semua, korban dari pulau Jawa,” ujar Sandhi.

Pakar Transportasi Laut dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Firmanto Hadi mengatakan, perlu penyelidikan mendalam untuk mengetahui penyebab tenggelamnya kapal, termasuk mengetahui kodisi terakhir kapal sebelum berlayar.

“Banyak faktor, dalam arti secara teknis misalkan karena konstruksi kapalnya mungkin karena bocor atau karena apa itu bisa, terus kelebihan muatan bisa, kemudian penempatan muatan yang salah misalkan yang berat-berat ditaruh sebelah kiri sementara yang kanan ringan-ringan itu juga bisa mempengaruhi stabilitas. Kemudian kalau modelnya LCT seperti itu tidak ditutup secara rapat atau kekedapannya sudah tidak memenuhi syarat lagi, itu banyak faktor. Nah mestinya yang berwenang memberikan ijin pelayaran, semua itu harus dilihat,” demikian menurut Firmanto. 

Artikel HARIAN REDAKSI Lainnya :

Copyright © 2015 HARIAN REDAKSI | Design by Bamz